Karawang || Patriotjabar.com – Proyek rehabilitasi ruang kelas SDN Karangjaya 1, Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat, diduga tidak transparan dan mengabaikan prinsip keselamatan serta kesehatan kerja (K3).Senin (6/10/2025).
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) menegaskan bahwa setiap badan publik wajib menyediakan, memberikan, dan/atau menerbitkan informasi publik yang akurat, benar, serta tidak menyesatkan. Regulasi tersebut dibuat untuk menjamin hak masyarakat dalam memperoleh informasi terkait penyelenggaraan pemerintahan maupun proyek pembangunan. Dengan demikian, proyek yang dibiayai negara harus dikerjakan secara terbuka, termasuk menyangkut pelaksana, anggaran, dan spesifikasi teknis.
Namun demikian, kondisi di lapangan menunjukkan adanya indikasi pelanggaran standar K3. Para pekerja terlihat tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti helm, sarung tangan, maupun sepatu kerja. Selain itu, tata cara kerja yang aman juga tidak sepenuhnya dijalankan. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran, mengingat penerapan K3 merupakan langkah vital dalam mencegah kecelakaan kerja dan menjamin keselamatan para pekerja di lapangan.
Lebih lanjut, salah seorang pekerja yang dimintai keterangan menyebutkan nama Umar yang sebutnya sebagai kontraktor . Saat ditanya mengenai penggunaan material pembesian, ia mengungkapkan bahwa besi sloof berukuran 10 mm dan besi cincin pengikat berukuran 6 mm digunakan dalam pekerjaan. Namun setelah dilakukan pengecekan menggunakan alat ukur sigmat, besi sloof yang digunakan berdiameter 7,71 mm dan besi cincin pengikat 5,30 mm, lebih kecil dari spesifikasi yang disebutkan.
Temuan tersebut menimbulkan dugaan adanya ketidaksesuaian antara spesifikasi yang diakui pihak pekerja dengan kondisi material yang digunakan. Perbedaan ukuran ini berpotensi mengurangi kualitas serta kekuatan struktur bangunan. Hal semacam ini dapat berimplikasi serius terhadap keamanan dan daya tahan ruang kelas yang tengah direhabilitasi.
Ketika awak media mencoba meminta pekerja memperlihatkan dokumen gambar teknis rencana pekerjaan, dokumen yang diperlihatkan tidak memuat rincian ukuran pembesian. Padahal, dalam daftar isi dokumen tercantum keterangan mengenai Denah Balok Lintel yang seharusnya memuat spesifikasi pembesian secara rinci. Hal ini semakin menambah kejanggalan dalam pelaksanaan proyek tersebut.
Selain itu, kinerja pengawas proyek juga patut dipertanyakan. Kehadiran pengawas semestinya menjadi benteng pertama dalam memastikan seluruh tahapan pekerjaan sesuai dengan standar teknis, regulasi keselamatan kerja, serta prinsip transparansi. Namun, dengan adanya temuan pekerja tanpa APD, ketiadaan papan informasi, hingga dugaan penggunaan material di bawah spesifikasi, publik menilai fungsi pengawasan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Berdasarkan berbagai temuan di lapangan, indikasi ketidaktransparanan dan lemahnya pengawasan terhadap proyek rehabilitasi ruang kelas SDN Karangjaya 1 patut menjadi perhatian pihak terkait. Diharapkan instansi berwenang, baik pemerintah daerah maupun lembaga pengawas, segera melakukan evaluasi serta langkah korektif agar pelaksanaan proyek sesuai dengan aturan dan standar teknis yang berlaku, sehingga tujuan pembangunan dapat tercapai dengan baik dan aman.
(Gugun Gunawan)