Karawang || Patriotjabar.com – Coattail Effect dalam politik merujuk pada fenomena dimana popularitas seorang pemimpin partai politik atau calon presiden dapat meningkatkan jumlah suara bagi kandidat partai yang lain pada pemilihan umum.
Selain itu, menurut definisi yang lain, coattail effect atau efek ekor jas menggambarkan fenomena seorang calon presiden atau pemimpin partai politik yang populer mampu menarik suara calon lain di partainya. Hal ini sering terjadi pada pemilihan presiden di Amerika dimana partai kandidat yang menang seringkali juga memenangkan banyak kursi di kongres. Dengan demikian, para anggota dipilih menjadi anggota kongres dibawah pengaruh presiden.
Pemilihan Umum 2024 akan menjadi momen penting bagi coattail effect di Indonesia. Popularitas dan kesuksesan calon presiden akan berdampak signifikan pada partai politik yang mendukungnya. Seorang calon presiden yang populer memiliki potensi untuk memberikan pengaruh yang kuat terhadap partai politik yang berafiliasi dengannya, baik dalam hal transfer suara maupun peningkatan dukungan secara keseluruhan.
Seperti halnya Pemilihan Umum ditahun-tahun sebelumnya, terdapat beberapa contoh coattail effect yang terjadi dalam pemilu di Indonesia antara lain terjadi pada pemilu presiden 2004, 2009, 2014 dan 2019. Coattail Effect dalam Pemilu di Indonesia Pada Pemilihan Umum Presiden 2004, coattail effect terjadi pada partai politik pengusung pasangan calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, yaitu Partai Demokrat, Golkar, dan PAN.
Kemudian pada Pemilihan Umum Presiden 2009, coattail effect terjadi kembali pada partai politik pengusung pasangan calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, yaitu Partai Demokrat, Golkar, dan PPP. Pada Pemilihan Umum Presiden 2014, Coattail Effect sangat terlihat di Indonesia ketika calon presiden Joko Widodo (Jokowi), berhasil memenangkan pemilihan dan partai politik yang mendukungnya juga mendapatkan keuntungan dari popularitasnya. Partaipartai politik pengusung pasangan calon presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla, yaitu PDIP, Nasdem, dan PKB mengalami peningkatan jumlah suara dan kursi di parlemen sebagai dampak dari coattail effect.
Pada Pemilihan Umum Legislatif 2019, coattail effect juga kembali terjadi di Indonesia. Partai politik yang mendukung calon presiden yang populer atau sukses dalam pemilihan presiden mendapatkan keuntungan dalam pemilihan legislatif.
Partaipartai politik yang mendukung Jokowi pada pemilihan presiden 2019 yaitu partai PDIP, Nasdem dan PKB mengalami peningkatan jumlah suara dan kursi di parlemen sebagai dampak dari popularitas Jokowi. Namun, coattail effect tidak signifikan bekerja untuk seluruh partai pengusung paslon. Terpilihnya Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden, hanya menguntungkan tiga partai pengusungnya yakni PDI Perjuangan, Nasdem, dan PKB. Sebaliknya, PPP mengalami dampak negatif karena mendukung Jokowi.
Pemilihan Umum 2024 Kemungkinan besar untuk Pemilihan Umum 2024 mendatang akan banyak partai baru yang diuntungkan, berdasar pada konflik internal partai yang terjadi, kendatipun terjadi konflik internal namun jika dilihat dari koalisi yang terjadi seperti Cawapres Prabowo dan Gibran yang didukung oleh 8 Partai Politik yaitu Partai Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora), Partai Garda Republik Indonesia (Garuda) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dimana terdapat dua partai besar yang mengalami konflik internal seperti Partai Demokrat dengan perpecahan ditubuh partai tidak akan berpengaruh banyak terhadap pemenangan, berbeda dengan keluarnya Dedi Mulyadi dari Partai Golkar yang akan menjadi dorongan besar bagi Partai Gerindra dimana perolehan suara Dedi Mulyadi yang sangat signifikan dengan ratusan ribu bahkan jutaan relawan dan fans berat beliau sudah bisa dipastikan akan mengikuti jalur dan arah dari ketokohannya tersebut.
Kemudian untuk pasangan Anis Baswedan dan Cak Imin dengan dukungan dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Ummat, yang notabenenya mengalami perpecahan di internal Partai PKS dengan berdirinya Partai GELORA yang dimotori oleh Fachry Hamzah akan cukup berimbang dengan kemunculan Partai Ummat yang notabenenya pecahan dari Partai Amanat Nasional (PAN). Sedangkan untuk pasangan calon Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Persatuan Indonesia (Perindo) dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) masih berpeluang besar karena posisi partai besar dari PDIP masih cukup signifikan. Namun, akan berbeda lagi jika Pemilihan Umum khususnya Pilpres menjadi dua putaran, pertarungannya akan lebih seru dan partai partai baru khusunya yang tidak lolos diputaran kedua harus mengambil sikap untuk mendukung pasangan calon yang berpotensi untuk menang. Coattail effect akan menjadi faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam Pemilihan Umum 2024 di Indonesia. Kasuskasus sebelumnya, seperti Pemilihan Umum Presiden 2014 dan Pemilihan Umum Legislatif 2019, menunjukkan bagaimana popularitas seorang calon presiden dapat mempengaruhi dukungan yang diberikan kepada partai politik yang mendukungnya. Tantangan dan prospek yang muncul dari coattail effect, seperti ketimpangan dalam representasi politik dan pengaruh personalitas daripada ideologi, perlu diperhatikan dalam upaya memperkuat demokrasi di Indonesia. Penting bagi masyarakat dan pemilih untuk menjadi lebih sadar akan faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan politik mereka dan berpartisipasi secara aktif dalam proses demokrasi untuk memastikan perkembangan politik yang sehat dan berkelanjutan di negara ini. Perlu dicatat bahwa Pemilu 2024 masih jauh di masa depan, dan banyak hal yang dapat berubah dalam politik dan dinamika sosial seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, prediksi dan spekulasi mengenai coattail effect dalam Pemilu 2024 tidak dapat dipastikan dengan pasti.
(Red)
Komentar